1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jokowi Bocorkan Dewan Pengawas KPK, ICW Tegas Menolak

18 Desember 2019

Presiden Jokowi sebut posisi Dewan Pengawas KPK akan diisi oleh hakim, jaksa, ekonom, akademisi, hingga mantan Ketua KPK. Meski nama-nama tersebut masih belum final, ICW tegas menolak adanya konsep Dewan Pengawas di KPK.

https://p.dw.com/p/3UzfJ
Indonesien | Zentrale  Indonesia Corruption Eradication Commision
Foto: DW/R. Putra

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melantik lima dewan pengawas (Dewas) KPK dua hari lagi. Jokowi membocorkan latar belakang Dewas KPK.

"Ada dari hakim, dari jaksa, ada dari mantan KPK, ada dari ekonom, ada dari akademisi, ada dari ahli pidana," kata Jokowi di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (18/12/2019).

Dewas KPK akan dilantik bersamaan dengan para pimpinan KPK. Jokowi mengaku belum mengetuk nama-nama Dewas KPK.

"Dewan Pengawas ya nama-nama sudah masuk tapi belum difinalkan karena kan hanya 5," kata Jokowi.

Jokowi meminta publik bersabar soal nama Dewas KPK. Ia memastikan nama-nama Dewas KPK kredibel.

"Saya kira itu namanya ya nanti ditunggu sehari saja kok, yang jelas nama-namanya nama yang baik lah, saya memastikan nama yang baik," ujar Jokowi.

Baca jugaPeluang "Jabatan Ganda" Komjen Firli, Ancaman Serius Bagi KPK

ICW menolak

Menurut ICW, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengerti cara untuk memperkuat lembaga antirasuah.

"Siapa pun yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi Dewan Pengawas KPK tidak akan mengurangi sedikit pun penilaian kami bahwa Presiden tidak memahami bagaimana cara memperkuat KPK dan memang berniat untuk menghancurkan lembaga antikorupsi itu," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Rabu (18/12/2019).

Saat ditanya ada tidaknya sosok yang pantas menjadi Dewas KPK, ICW menyebut tidak ada. Dia menegaskan pihaknya menolak konsep Dewas KPK.

"Ngga ada, karena kita menolak konsep Dewan Pengawas," jelas dia.

Alasan pertama ICW menolak konsep Dewas KPK, ia menjelaskan KPK adalah lembaga independen yang tidak mengenal konsep Dewas. Lembaga independen disebutnya membangun sistem pengawasan. Oleh sebab itu, ada Deputi Pengawasan Internal dan pengaduan masyarakat.

"Yang terpenting dalam lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan. Hal itu sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat. Bahkan, kedeputian tersebut pernah menjatuhkan sanksi etik pada dua pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang," jelas dia.

"Lagi pun dalam UU KPK yang lama sudah ditegaskan bahwa KPK diawasi oleh beberapa lembaga, misalnya BPK, DPR, dan Presiden. Lalu pengawasan apa lagi yang diinginkan oleh negara?" imbuh dia.

Kedua, ia mengatakan kewenangan Dewas KPK sangat berlebihan. Selain itu, ia merasa aneh tindakan pro justicia dilakukan KPK dengan izin Dewas KPK.

"Bagaimana mungkin tindakan pro justicia yang dilakukan oleh KPK harus meminta izin dari Dewan Pengawas? Sementara di saat yang sama justru kewenangan Pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut justru dicabut oleh pembentuk UU," ucap dia.

Dia juga mengaku khawatir adanya Dewas KPK sebagai bentuk intervensi dari pemerintah. Karena Dewas KPK juga dipilih oleh Presiden.

"Ketiga, kehadiran Dewan Pengawas dikhawatirkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum yang berjalan di KPK. Sebab, Dewan Pengawas dalam UU KPK baru dipilih oleh Presiden. Jadi, siapa pun yang dipilih oleh Presiden untuk menjadi Dewan Pengawas tidak akan merubah keadaan, karena sejatinya per tanggal 17 Oktober 2019 kemarin (waktu berlakuknya UU KPK baru) kelembagaan KPK sudah 'mati suri'," tutur dia.

Baca jugaJokowi Tak Perlu Takut dengan Ancaman Parpol soal Perppu KPK

Nama-nama masih belum final

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan sejumlah nama menjadi Dewas KPK. Namun pihak Istana masih memproses nama-nama Dewas KPK dan belum final.

"Masih dalam proses. Belum final," kata Stafsus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono kepada wartawan, Selasa (17/12/2019).

Nama-nama yang diusulkan PPP antara lain eks hakim agung, Gayus Lumbuun; eks Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean; akademisi bidang hukum, Indriyanto Seno Adji; dan eks pimpinan KPK, Mas Achmad Santosa.

Atas hal itu, Dini menyebut pihaknya belum menentukan nama-nama menjadi Dewas KPK. Kriteria Dewas KPK menurut Dhini, sesuai UU KPK yang baru.

"Saya belum bisa disclose (mengungkap) karena memang semuanya masih dalam proses, jadi daftar calon juga masih berubah-ubah. Kriterianya seperti yang diatur dalam UU KPK," jelas dia.

Sebelumnya, Sekjen PPP Arsul Sani menyatakan sederet nama cocok menjadi Dewas KPK. Arsul mengusulkan nama-nama tersebut berdasarkan latar belakang mereka di bidang hukum.

"Tapi memang ada beberapa tokoh yang saya kira memang patut dipertimbangkan. Misalnya, kalau PPP menyuarakan yang bisa dipertimbangkan itu contohnya kalau dari orang yang pernah ada di KPK, ada Pak Tumpak Hatorangan Panggabean, kemudian ada Prof. Indriyanto Seno Adji, ada juga Mas Achmad Santosa," kata Sekjen PPP Arsul Sani di kompleks gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (17/12/2019). (Ed: rap/pkp)

 

Baca selengkapnya di: DetikNews

Bocoran Dewas KPK dari Jokowi: Mantan Hakim hingga Pimpinan KPK

Dewan Pengawas KPK Sudah Mulai Dibahas, ICW Tegaskan Penolakan

Istana: Daftar Calon Dewan Pengawas KPK Masih Berubah-ubah