Intoleransi Perburuk Prespektif Damai di Indonesia
9 Juni 2017Maraknya intoleransi membuat posisi Indonesia melorot tajam dalam daftar Indeks Perdamaian Global 2017. Laporan tahunan yang dikeluarkan Institute for Economics and Peace itu menempatkan Indonesia pada posisi 52 dari 163 negara. Padahal tahun lalu Indonesia masih berada di posisi 42.
"Meski mayoritas negara di Asia Pasifik mencatat peningkatan skor, Indonesia sebaliknya membukukan penurunan terbesar di kawasan," demikian ditulis di dalam laporan tersebut. Penyebab kejatuhan Indonesia adalah "teror politik dan angka konflik dalam negeri, terutama meningkatnya ketegangan antara kaum Muslim garis keras dan kelompok minoritas, terutama Kristen."
Tahun 2016 silam Indonesia mencatat sejumlah insiden, antara lain yang terbesar adalah kisruh di Tanjungbalai, Medan, yang dipicu oleh aksi protes seorang penduduk terhadap volume suara Adzhan yang dinilai terlalu keras. Gesekan tersebut lalu tersulut menjadi kerusuhan saat kaum muslim merusak sebuah vihara.
Ketegangan SARA juga muncul pada masa kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta akhir 2016 silam. Selain ujaran kebencian, Pilakada DKI juga diwarnai berbagai tindak intoleransi. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, saat ini mendekam di penjara setelah dinyatakan bersalah melakukan penodaan agama.
Indeks Perdamaian Global menggunakan 23 indikator, termasuk tindak kriminal, militerisasi sipil, perdagangan senjata dan jumlah korban jiwa dalam konflik domestik atau internasional. Di seluruh dunia konflik berdarah menyebabkan kerugian materil yang ditaksir mencapai 14,3 trilyun Dolar AS.
rzn/yf (ap,jakartaglobe,rtr)