Internationaler Kreis: Tempat yang Kusebut Rumah di Jerman
24 Juli 2020Jerman merupakan salah satu negara tujuan terfavorit bagi pelajar internasional, selain karena biaya kuliah yang jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan negara-negara destinasi Eropa lainnya, kualitas pendidikan dan kualitas hidup cukup membuat kehidupan pelajar di sini menjadi cukup nyaman. Tak heran banyak dijumpai mahasiswa dari negara-negara berkembang, sebut saja seperti India, Iran, Chille, Peru, Meksiko, Bangladesh, Indonesia dan sebagainya.
Dinamika kehidupan berkuliah cukup membuat para pelajar internasional disini cukup sibuk, ditambah lagi jika ada pekerjaan sampingan untuk menambah uang saku. Banyak event dan sejarah kota tua untuk dinikmati, belum lagi indahnya pemandangan hijau di kala musim panas, seakan Jerman adalah tempat ideal untuk menabur mimpi.
Tapi tak dapat dipungkiri, dan jika saja mau jujur, banyak mahasiswa internasional yang tak dapat bertahan lama di negara ini, bahkan ada yang memilih jalan pintas dan meninggalkan masa belajarnya di tengah jalan. Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal ini, salah satunya masalah bahasa dan budaya. Untuk bahasa, bisa saja ditaklukkan dengan mengambil kursus intensif bahasa Jerman, bahkan mungkin untuk yang tinggal di daerah perkotaan, seperti saya, Darmstadt, bahasa Inggris dapat menjadi bekal cukup untuk berkomunikasi. Namun, bahasa adalah satu pengantar untuk masuk ke suatu budaya, dan budaya merupakan irisan terbesar dari kehidupan bersosial, dan menentukan mutu ke depannya hidup yang akan kita coba bangun di sini.
Dari kacamata saya pribadi, banyak mahasiswa internasional yang kesulitan untuk membangun hubungan dekat dengan penduduk lokal. Budaya Jerman dikenal dengan istilah "cold-climate culture”, ditambah dengan terbatasnya paparan sinar matahari, orang Jerman dikenal kurang senang berbasa-basi. Pertama kali menginjakkan kaki di Jerman, ibu angkat saya-orang Jerman yang sudah puluhan tahun menetap di Thailand-berkata kepada saya tidak perlu menebar banyak senyum sumringah seperti di Indonesia, karena akan bisa disalahmengerti nantinya, dan sederhana saja karena orang Jerman tidak terbiasa tersenyum lebar seperti budaya Indonesia.
Kembali ke pembahasan mahasiswa internasional, dari gambaran di atas dapat dibayangkan betapa banyak mahasiswa internasional yang menginginkan persahabatan lebih dari sekedar untuk nongkrong, atau clubbing. Bahkan, sejujurnya saya juga ingin memiliki teman dekat yang bisa bertemu hampir tiap minggu. Dari pengalaman saya pribadi, saya termasuk cukup beruntung bisa dengan cepat beradaptasi dengan penduduk lokal dan mahasiswa Jerman sendiri, karena saya terlibat dengan beberapa NGO internasional, sehingga koneksi untuk menjalin hubungan dengan orang lokal lebih cepat terjalin karena ada irisan yang sama sebagai pekerja sukarela di NGO internasional.
Sejak awal tinggal di Darmstadt, saya terlibat langsung dengan pelajar lokal (anak muda Jerman) untuk menginisiasi satu grup perkumpulan mahasiswa internasional, yang kita sebut IK (Internationaler Kreis) untuk bertemu sekali minggu, mulai dari main board game, pergi hiking, masak-memasak, berenang, pergi ke teater atau bioskop, lomba maraton, mengadakan malam budaya, di mana setiap mahasiswa yang tertarik dapat mempresentasikan budaya negara masing-masing, sampai cukup pergi nongkrong bareng ke Christmas Market. Kegiatan yang dilakukan cukup bervariasi, karena tujuan awal kita bertemu adalah untuk memfasilitasi mahasiswa internasional memiliki tempat yang bisa mereka panggil "rumah”.
Mahasiswa internasional yang berada di grup ini juga cukup berwarna dan menjadikan setiap pertemuan, atau canda tawa menjadi unik, namun seiring berjalannya waktu hal ini menjadikan setiap kita yang berada di dalamnya menjadi dekat satu sama lain. Yang memfasilitasi ada lima orang mahasiswa Jerman, karena mereka tahu sulitnya beradaptasi dengan sistem dan budaya negara mereka, jadi beberapa dari mereka juga cukup ringan tangan untuk membantu pindahan, sampai mengisi formulir yang dibutuhkan untuk pemberkasan di sini
Saya senang sekali dapat menjadi bagian dari mereka. Ada satu mahasiswa internasional yang berkata kepada saya, "Karena adanya grup ini minggu-minggu dan hari-hariku menjadi sangat menarik.” Saya sendiri sangat diperkaya dengan berbagai teman dari mancanegara, saya tahu hal apa yang menjadi ciri khas negara tertentu, atau makanan yang unik dari suatu negara, dan bahkan saya dapat mengucapkan salam dari tiap negara tertentu.
Suatu hari, saya mengorganisir untuk mengadakan Indonesian Evening. Pada kesempatan ini, tentunya saya tidak mau mengecewakan teman-teman saya karena masakan Indonesia yang terkenal dengan kelezatan dan kaya rempahnya. Saya habiskan satu hari untuk menyiapkan rendang, mie goreng, dan nasi uduk, dan urap sayur. Dan bahkan saya juga membuat presentasi tentang kekayaan alam Indonesia, dan fakta-fakta unik yang ada di Indonesia.
Sebagian besar dari mereka cukup takjub dengan fakta tersebut, dan tak dapat menolak kelezatan masakan yang ada. Satu hal yang menarik lagi, adalah teman dekat saya yang saat itu sedang menyelesaikan kuliah S3 nya. Namanya Andreas, seorang Jerman yang cukup tertarik dengan budaya asing, dan gemar memasak kue.
Setiap malam budaya, dia sempatkan untuk memasak kue khas negara tertentu. Dan pada saat itu dia memasak kue lapis yang menjadi salah satu khas masakan Indonesia. Hasilnya, cukup mengejutkan! Walaupun bentuknya tidak seprofesional kue lapis yang kita beli di toko, tapi soal rasa tidak bisa kalah. Saya cukup terharu dengan usaha yang dia buat memasak kue lapis, yang menurut pengakuannya memakan waktu cukup lama.
Hal seperti inilah yang membuat jalinan persahabatan kita semakin dekat satu sama lain. Dan bahkan kita sempat menghabiskan liburan bersama sebagai grup ke Mesir, yang mungkin lain waktu bisa saya ceritakan, bagaimana rasanya liburan bersama sekelompok orang Jerman dan mahasiswa internasional lain.
Tentu saja, ada pertemuan pasti ada perpisahan, apalagi menjadi bagian dari internasional. Para pelajar yang telah menghabiskan waktu studi mereka, ada yang memilih untuk kembali ke negara masingmasing, ada yang memilih untuk bekerja di kota lain. Setiap semester berlalu, ada perpisahan yang cukup mengiris hati saya karena kenangan dan waktu yang sudah kita habiskan bersama, menjadikan kita seperti keluarga di negara ini. Namun, mahasiswa baru selalu datang setiap semester, jadi lingkaran kebahagiaan dengan bertambahnya teman baru selalu ada.
Sebagai seorang Indonesia, saya terbiasa dan bangga dengan pluraritas budaya yang kita miliki, terutama di Jakarta, tempat bertemunya berbagai suku bangsa, Bhineka Tunggal Ika yang mendarah daging. Tak ubahnya di sini, dinamika kehidupan sebagai mahasiswa internasional yang menjadikan seorang seperti saya berkembang secara sosial lebih luas lagi, dan menjadi seorang yang lebih berani membuka diri kepada budaya asing, karena di mana budaya bertemu di situlah saya merasakan arti sebuah rumah.
Darmstadt, 4 Januari 2020
*Jerni Tania, pernah mengikuti program volunteer untuk anak muda di Saxony, dari Juli 2016 sampai Februari 2017. Kemudian menjalani program S2 di Hochschule Darmstadt dari April 2018 dan baru saja menyelesaikan masa studinya bulan Juli 2020 ini.
**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: [email protected]. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)