India Gelar Pertemuan G20 di Kashmir Meski Menuai Kritik
23 Mei 2023Para delegasi dari negara-negara G20 tengah mengikuti pertemuan pariwisata di wilayah Kashmir yang dikelola oleh India, dari tanggal 22 hingga 24 Mei.
Ini merupakan pertama kalinya sebuah acara penting internasional diadakan di sana, sejak New Delhi mencabut otonomi terbatas wilayah ini pada tahun 2019 dan membaginya menjadi dua wilayah yang dikelola secara federal.
Pertemuan tiga hari ini berlangsung di sebuah tempat yang luas di tepi Danau Dal di kota utama wilayah ini, Srinagar, dengan penjagaan keamanan yang ketat.
Menjelang pertemuan, kota ini dipercantik. Jalanan yang mengarah ke tempat pertemuan telah di aspal dan tiang-tiang listriknya dihiasi dengan warna bendera nasional India. Jalan layang, jembatan hingga objek atraksi lainnya di kota tersebut juga diterangi dan dihiasi dengan mural-mural yang artistik.
Pemerintah setempat juga membangun jalanan baru, trotoar, ruang pejalan kaki hingga area parkir.
Dalam pertemuan G20 di Kashmir ini, para delegasi akan mendiskusikan topik-topik seputar pariwisata hijau dan manajemen destinasi. Topik lainnya seperti ekowisata dan peran film dalam mempromosikan tujuan-tujuan pariwisata, juga telah dijadwalkan.
Pada hari Senin (22/05), kota Srinagar tampak tenang. Sebagian besar pos-pos pemeriksaan keamanan telah dipindahkan atau diubah menjadi pos bilik penjagaan dengan papan bertanda G20, yang di belakangnya berdiri para petugas keamanan.
Bagaimana reaksi Pakistan dan Cina?
Kashmir adalah salah satu wilayah yang paling termiliterisasi di dunia, dengan ratusan ribu tentara India ditempatkan di sana.
Sejak New Delhi mengambil alih wilayah ini dan menindak tegas aksi separatisme di sana, tindakan kekerasan memang sebagian besar mereda. Namun warga Kashmir mengatakan perdamaian sesaat ini tentu memiliki harga yang harus dibayar. Dan pertempuran antara pasukan pemerintah dan militan yang menentang pemerintahan India, masih meletup secara berkala.
Para kritikus mengatakan bahwa dengan menggelar acara bergengsi internasional di wilayah Kashmir, pemerintahan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi ingin menunjukkan kepada dunia bahwa wilayah yang disengketakan itu dalam situasi normal.
Pekan lalu, pelapor khusus organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk isu-isu minoritas, Fernand de Varennes, mengatakan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk menciptakan "kenormalan semu", sementara "pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masif" terus berlanjut di wilayah tersebut.
Misi India untuk PBB di Jenewa pun membantah pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa pernyataan itu "tidak mendasar" serta mengandung "tuduhan yang tidak beralasan."
Pakistan dan Cina juga mengecam keputusan New Delhi yang tetap menggelar pertemuan di Srinagar.
Islamabad menyebutnya sebagai "keputusan yang tidak bertanggung jawab", sementara Cina menyarankan agar pihak-pihak terkait menghindari "keputusan sepihak" yang dapat "memperumit" situasi.
New Delhi menepis keberatan dan kritikan tersebut dengan mengatakan bahwa konferensi tingkat internasional semacam itu "wajar” untuk digelar di seluruh wilayah India, terutama Kashmir, karena wilayah itu adalah bagian yang "tidak terpisahkan dan tidak bisa dipisahkan" dari negara tersebut.
Sejak tahun 1947, wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Islam itu telah menjadi titik perselisihan antara India dan Pakistan. Cina juga mengklaim sebagian kecil dari wilayah itu.
India saat ini secara ‘de facto' menguasai sekitar 45% dari wilayah Kashmir dan mayoritas penduduknya, sementara Pakistan menguasai sekitar 35%. Sisanya, 20% berada di bawah kendali Cina.
Mempercantik Srinagar demi pertemuan G20
Percepatan pembangunan infrastruktur di kota Srinagar menjelang pertemuan G20 kali ini juga memicu beragam reaksi.
Beberapa mengkritik pemerintah India karena tidak mempertimbangkan kekayaan warisan budaya dan kerentanan ekologis kota Srinagar dalam rencana pembangunannya.
Seorang arsitek, yang tidak ingin disebutkan namanya, berpendapat bahwa pemerintah setempat tidak memberikan perhatian yang cukup untuk melindungi identitas arsitektur kota tersebut, karena terkesan tergesa-gesa dalam merombak Srinagar.
Tetapi Kepala Eksekutif Proyek Srinagar Smart City, Athar Aamir Khan, menepis kritikan tersebut, dan mengatakan bahwa konservasi arsitektur tradisional merupakan prioritas utama. Dia juga menekankan betapa pentingnya pertemuan G20 ini dalam meningkatkan prospek ekonomi dan lapangan kerja di kota itu.
"G20 telah memberikan momentum, di mana pekerjaan yang biasanya memakan waktu satu tahun dapat diselesaikan dalam waktu tiga bulan. Perubahan wajah kota ini terinspirasi dari arsitektur tradisional, sementara desain dan prinsip-prinsip perkotaan modern juga tetap dipertimbangkan," jelas Khan.
Kepresidenan G20 India di tengah masa-masa sulit
India mengambil alih kursi kepresidenan G20, yakni kelompok blok kerjasama ekonomi yang terdiri dari 19 negara dan Uni Eropa, pada bulan Desember tahun lalu.
G20 muncul sebagai forum diskusi antarpemerintah utama di dunia, yang terdiri dari negara-negara maju dan berkembang. Forum ini mencakup sekitar dua pertiga dari populasi dunia dan 80% dari perdagangan dunia.
India memegang kursi kepresidenan G20 di tengah masa-masa sulit, dimana dunia tengah menghadapi serangkaian krisis geopolitik dan ekonomi. Yang paling utama adalah invasi Rusia terhadap Ukraina, yang telah memicu rekor krisis pangan dan energi, bersamaan dengan melonjaknya inflasi.
Pemerintahan Modi menjadi tuan rumah dari 215 pertemuan G20 di lebih dari 55 lokasi tahun ini, empat di antaranya akan difokuskan untuk mempromosikan sektor pariwisata. Dan India akan menjadi tuan rumah dari pertemuan para pemimpin G20 di New Delhi pada awal September mendatang. (kp/gtp)