Hugo Chávez: Diktator atau Demokrat?
11 Januari 2013Hugo Chavez di Venezuela, Luis Inacio da Silva di Brasil, Cristine Kirchner di Argentina. Daftar politisi kiri yang menang pemilu dalam 15 tahun terakhir dan menguasai Amerika Selatan bisa terus diperpanjang. Tapi yang pertama adalah Hugo Chavez, yang menang pemilu presiden tahun 1998. Tapi politisi eksil Kuba, Antonio Guedes memperingatkan, model politik kiri di Amerika Selatan tidak bisa dilihat sebagai satu gerakan, karena dasarnya berbeda-beda. ”Brasil dan Peru misalnya dikuasai oleh partai-partai sosial demokrat. Mereka mengikuti aturan demokrasi di negaranya yang menetapkan pembagian kekuasaan yang bersih.” Sedangkan di Venezuela kasusnya lain lagi. ”Chavez lambat laun mulai mengendalikan eksekutif, legislatif dan yudikatif”, kata Guedes yang menjadi ketua Uni Liberal Kuba. Bagi Guedes, Chavez merupakan ancaman bagi demokrasi
Posisi Chavez di Amerika Selatan memang jadi perdebatan, terutama karena politik dan kepribadiannya. Chavez mewakili perpecahan sosial dalam masyarakat Amerika Selatan, kata jurnalis Jerman dan penluis biografi Chavez, Christoph Twickel. Oleh kalangan rakyat miskin, Chavez dianggap sebagai pembawa harapan, oleh kalangan atas ia dilihat sebagai ancaman. Twickel mengakui, bahwa Chavez ”karena cara dan gayanya berpolitik yang kacau, tentu merupakan salah satu politisi paling kontroversial dari daratan Amerika Selatan.”
Populisme dan Polarisasi
Christoph Twickel melihat Chavez sebagai figur utama dalam pergeseran politik Amerika Selatan ke arah kiri. Ahli sejarah Kolumbia, Andres Otalvaro bahkan melangkah lebih jauh lagi: ”Chavez telah menghidupkan kembali debat politik dan ideologi di Amerika Selatan”. Berkat Chavez, sosialisme kembali menjadi alternatif di Amerika Selatan menggantikan model neoliberal yang berkuasa cukup lama, demikian Twickel.
Pengeritik Chavez, Antonio Guedes tidak membantah bahwa Chavez punya kharisma dan pengaruh besar. Tapi menurut Guedes, itu bukan hanya karena pengaruh politik. ”Pengaruh Chavez yang lebih besar muncul karena banyak uang, yang masuk dari kekayaan minyak Venezuela. Selain itu, dia mempengaruhi banyak negara lain seperti Nikaragua, Ekuador, Bolivia dan bahkan Argentina. Peran utama dalam ideologi sosialisme di Amerika Latin masih tetap dimainkan oleh bersaudara Castro di Kuba, demikian Guedes.
Utara Lawan Selatan
Di dalam negeri, Hugo Chavez terutama melakukan berbagai reformasi sosialisme. Di luar negeri, ia menjadi salah satu tokoh yang menentang keras politik Amerika Serikat. Visi utamanya adalah menjadikan Amerika Selatan mandiri dan tidak tergantung pada tetangganya di utara. Ia menghimbau kerjasama lebih erat bagi negara-negara Amerika Selatan dan Karibik. Selain itu, Chavez juga mendekati tokoh-tokoh yang kontroversial, seperti pimpinan Iran Mahmud Ahmadinejad dan Presiden Belarus, Alexander Lukashenko.
Ahli sejarah Kolumbia Anders Otalvaro berpendapat, Chavez hanya melakukan pendekatan strategis karena punya satu tujuan: ”Aliansi seperti itu dengan para pemimpin yang bermasalah dilakukan terutama untuk menghadapi kekuatan hegemonial Amerika Serikat”. Christoph Twickel juga berpendapat demikian. Chavez tidak secara sadar ingin mendekati rejim diktatur. Yang diinginkan adalah ”kerjasama ekonomi dengan dasar solidaritas” dan dukungan bagi negara-negara yang lebih kecil seperti Nikaragua dan Kuba. Twickel mengingatkan, Venezuela juga mendapat keuntungan dari para dokter dan guru Kuba, yang turut membangun sistem pelayanan kesehatan dan pendidikan di kawasan pedesaan.
Salah satu terobosan yang dilakukan Chavez menurut Twickel adalah membangun jaringan media Amerika Selatan. ”Dengan membangun jaringan transnasional Telesur, dia menciptakan keseimbangan politik terhadap stasiun-stasiun televisi Amerika Serikat dan para mogul media swasta yang sebelumnya menguasai kontinen itu.” Para pengamat politik sepakat, tanpa Hugo Chavez pun Amerika Selatan tetap akan menjalankan politik kiri.