Hidup Selaras dengan Alam di Amazon
21 Juni 2012Kampung halaman mereka berupa hutan tropis. Ekosistem adalah dasar eksistensi mereka. Secara turun temurun, mereka hidup dari apa yang diberikan oleh hutan dan suangi: ikan, kepiting, kacang-kacangan, buah-buahan.
Tapi baru sejak beberapa tahun lalu, penduduk Ilha das Cinzas bisa menikmati hasil pekerjaan mereka. Kini seluruh 60 keluarga dalam komunitas tersebut mempunyai perahu sendiri.
Rumah-rumah mereka dilengkapi dengan antene parabola. Ada juga komputer bersama yang dihubungkan melalui satelit dengan internet. Diesel untuk generator listrik juga semakin lancar.
Memperjuangkan hak
Hidup secara sederhana ini pun mungkin tidak akan bisa mereka capai, kalau 15 tahun yang lalu mereka tidak mulai memperjuangkannya. "Sebelumnya kami di sini semua sangat miskin. Sekarang sudah banyak yang tercapai", kisah Manuel Malheiros de Oliveira, ketua serikat pekerja di Ilha das Cinzas.
Dulu daerah di sekitar kota Gurupá yang adalah milik seorang tuan tanah. Kepadanya lah, para penduduk dipaksa menjual panennya. Ia juga menuntut lima persen pajak atas pengunaan lahannya. Kondisi ini bertahan hingga tahun 2000. Para penduduk setempat memprotes kebijakan tuan tanah dengan bantuan serikat petani.
Lahan yang disengketakan itu dua kali lebih luas dari wilayah pemerintahan kota di Gurupá. Atau sekitar lima kali luas Yogyakarta. "Ternyata surat-surat berharga yang dimiliki tuan tanah sebagian besar tidak ada nilainya atau palsu", ujar Manuel Pantoja da Costa.
Da Costa adalah presiden Instituto Gurupá, yang dengan bantuan LSM nasional Fase (persatuan lembaga-lembaga sosial dan pendidikan), membantu komunitas lokal dalam masalah hukum.
"Selama sepuluh tahun kami menjelaskan warga tentang hukum dan hak mereka" kata aktivis Fase dan insinyur pertanian Jorge Pinto. "Berdasarkan pengetahuan ini mereka sendiri berjuang untuk hak-hak mereka". Secara bertahap, semakin banyak perhimpunan peladang dan petani di kota Gurupá yang memperoleh hak penggunaan tanah.
Pemanfaatan secara kolektif
Dibutuhkan waktu empat tahun, dari 2002 hingga 2006, sampai permohonan warga disetujui oleh pemerintah. 60 keluarga penduduk Ilha das Cinzas ini akhirnya menerima hak penggunaan tanah tersebut. Padahal sejak 1997 sudah ada kesepakatan tentang penggunaan hutan tropis secara berkesinambungan. Pengaturan yang dikerjakan secara kolektif menetapkan siapa, apa, dan dimana boleh ditanam, dipanen atau diburu.
Kini, setiap keluarga misalnya hanya menggunakan 75 bubu - sebelumnya ada 200 bubu. "Sejak itu harga udang air tawar naik dan waktu kerja berkurang", lapor seorang warga, Francisco Barbosa Malheiros.
Waktu kosong itu sekarang bisa digunakan penduduk pulau untuk memanen buah Açaí. Sekarang penjualan buah tersebut adalah sumber pendapatan utama di Ilha das Cinzas. Dulu pendapatan rata-rata satu keluarga di sana hanya setinggi upah minimum di Brasil. Sekarang sudah 2,5 kali lipatnya. Sekitar kira-kira 8.000.000 rupiah per bulannya.
"Kenaikan yang signifikan dalam standar hidup secara langsung berkaitan dengan penggunaan berkelanjutan hutan tropis," menurut Luís Carlos Joels, mantan kepala dinas perhutanan Brasil.
Ekonomi yang berkelanjutan
Perkembangan ini tidak hanya mengurangi tingkat kemiskinan penduduk Ilha das Cinzas. Berkat inisiatif dari warga Gurupá saat ini 96 persen dari hutan tropis masih utuh.
Pada akhir proses diharapkan penggunaan 99 persen wilayah perkotaan Gurupá diatur dengan kesepakatan kolektif, supaya kekayaan sederhana itu eksistensinya bertahan selama mungkin.
Di Ilha das Cinzas tidak ada seorang pun yang ingin bertukar tempat tinggalnya dengan perkotaan. "Di sana butuh uang untuk bertahan hidup", kata Manuel Malheiro. "Di sini cukup saja bekerja dengan apa yang ada di alam, tanpa harus merusaknya. Jadi makanan akan selalu tersedia."
Nadia Pontes / Marisa Reichert
Editor : Vidi Legowo-Zipperer