Praktek Penyiksaan CIA dan Penangkapan Hambali
12 Desember 2014Hambali, alias Riduan Isamuddin, pernah disebut sebagai salah satu teroris yang paling dicari di dunia. Dinas Rahasia Amerika Serikat CIA meyakini, Hambali memimpin Al Qaida di Asia, dan membawahi teroris-teroris utama lain seperti Noordin M Top dan Azahari, yang tewas dalam pengejaran aparat keamanan.
Hambali diyakini berada di balik berbagai aksi serangan teror di Indonesia dan Asia, termasuk bom Bali 2002 yang menewaskan ratusan orang. Ia adalah aktor intelektual yang merancang bom dan aksi-aksi teror spektakuler.
Agustus 2003, Hambali ditangkap polisi Thailand dengan bantuan anggota CIA. Ketika itu, dia diberitakan sedang menyiapkan serangan teror di konferensi APEC di Bangkok. Ia ditangkap bersama istrinya di sebuah hotel. Ketika itu, ia berusia 37 tahun. Hambali kemudian dibawa ke pangkalan militer AS di Kuba dan mendekam di penjara Guantanamo.
CIA menyatakan bahwa gembong teroris paling berbahaya asal Indonesia itu berhasil ditangkap karena pengakuan seorang tokoh Al Qaida yang tertangkap sebelumnya. Pengakuan itu didapat setelah dilakukan penyiksaan. Hal inilah yang kemudian sering digunakan para pejabat AS dan CIA sebagai pembenaran untuk melakukan praktek interogasi dan penyiksaan demi mengungkap jaringan teror.
Bukan hasil penyiksaan
Para pejabat CIA yang diminta keterangannya di Senat Amerika Serikat berulang kali menjelaskan, informasi tentang Hambali didapat dari Khalid Sheikh Mohammed, warga Pakistan yang menjadi orang kepercayaan pimpinan Al Qaida Osama bin Laden.
Menurut laporan Senat AS, Khalid Mohammed mengalami penyiksaan seperti waterboarding, teknik penyiksaan dengan ditenggelamkan, lebih dari 180 kali. Mohammed lalu menceritakan kepada CIA awal 2003 tentang rencana pengiriman uang senilai US$ 50.000 kepada jaringan di Asia Tenggara untuk aksi terror.
Menurut CIA, informasi itulah yang akhirnya menyingkap jaringan Hambali dan berujung pada penangkapan gembong teroris kelahiran Cianjur itu di Thailand. Hambali tercatat lahir tahun 1966 di desa Sukamanah, Cianjur, Jawa Barat, dengan nama Encep Nurjaman.
Namun laporan Senat AS menyebutkan bahwa CIA memberikan keterangan yang tidak akurat tentang penangkapan Hambali. Informasi yang diperoleh dari penyiksaan itu tidak berperan dalam penangkapan Hambali," demikian tulis laporan tersebut.
Hasil pengintaian dan petunjuk warga
CIA ternyata sudah mempunyai bocoran informasi tentang keberadaan Hambali, sebelum melakukan interogasi terhadap Khalid Mohammed.
Pemerintah Thailand menerangkan, mereka mendapat petunjuk dari warga lokal tentang adanya "orang-orang asing yang mencurigakan". Mereka lalu memeriksa latar belakang dan paspor orang-orang itu, kemudian menyadari bahwa inilah tokoh teroris yang selama ini dicari-cari.
Laporan Komisi Intelijen AS yang dipublikasi hari Selasa (09/12/14) memuat tentang teknik interogasi brutal yang dilaksanakan CIA terhadap para tersangka teroris setelah serangan 11 September 2001.
Laporan ini menyebutkan, teknik penyiksaan tidak memberi kontribusi pada pengumpulan informasi guna menyingkap jaringan teror. Kebanyakan informasi yang bermanfaat didapat dengan cara-cara pengintaian dan interogasi biasa.
hp/yf (rtr, afp)