Hak Pengungsi Anak Diabaikan di Jerman
12 Juni 2012Mengungsi ke sebuah negara asing dengan bahasa yang tak dikenal dan budaya yang sangat berbeda tentu bukan hal mudah. Apalagi bagianak-anak. Dewasa ini ada sekitar 3 000 hingga 6.000 anak berstatus pengungsi di Jerman. Mereka berada di negara ini tanpa orang tua, keluaraga atau teman.
Anak-anak pengungsi ini biasanya berasal dari Afghanistan, Rusia, Pakistan atau Irak. "Anak-anak ini sangat membutuhkan perlindungan“, kata Günter Burkhardt, pimpinan Pro Asyl, organisasi yang memperjuangkan hak-hak pengungsi. "Mereka tidak tahu yang paling baik untuk mereka. Karena itu mereka perlu pendamping atau wali yang bisa membantu mereka.“
Rumah Penjelasan
Supaya wali tahu apa yang terbaik untuk anak asuhnya, diperlukan "proses clearing“. Proses tersebut memberikan waktu bagi pengungsi untuk menyadari situasinya dan memikirkan langkanh berikutnya.
"Apakah saya memang berniat mengajukan permintaan suaka? Apa alasan saya meminta suaka? Dan apa saya bisa membuktikan alasan ini?" Sering pengungsi anak-anak tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini. Kalau mereka memasuki Jerman tanpa keluarga, mereka perlu wali yang bisa menjelaskan keinginan mereka.
Di Jerman sudah ada beberapa sarana yang didirikan untuk memehuni kebutuhan tersebut. Tempat proses kejelasan tersebut dikenal sebagai “Clearing Haus” atau Rumah Penjelasan. Salah satunya berada di kota Dortmund.
Bagi Frank Binder, petugas masalah suaka dan pengungsi di kota Dortmund, rumah penjelasan memberi waktu dan ketenangan bagi anak-anak. Berbagai bantuan ditawarkan disana. Seperti kursus bahasa dan menjadi perantara untuk menemukan seorang wali.
Masalah pelayanan kesehatan dan bantuan psikologis juga bagian dari program Clearing Haus. Sayangnya, jumlah rumah semacam itu masih terlalu sedikit. Binder menjelaskan, "Saat ini kota Dortmund hanya bisa menampung 40 anak-anak. Namun, tahun lalu saja ada 400 pengungsi anak tanpa orang tua yang datang ke Dortmund."
Diskriminasi hukum dan sosial
Di Jerman, seorang anak dianggap dewasa dan bisa diproses secara hukum seperti orang dewasa jika sudah berusia 18 tahun. Tetapi seorang pengungsi anak sudah harus menentukan masa depannya di usia 16 tahun.
Ia harus mampu menjawab pertanyaan penting seperti tentang permohonan suaka. Keadaan ini tidak diterima Günter Burkhardt. “Sejak bertahun-tahun kami mengritik tajam kebijakan itu”, papar dia terhadap Deutsche Welle. Dia menuntut usia hukum bagi pengungsi anak-anak dinaikkan ke 18 tahun.
Konvensi hak anak salah satunya adalah perlindungan dari diskriminasi pada anak-anak. Tetapi itu tidak dilaksanakan di Jerman, ujar Albert Riedelsheimer, juru bicara organisasi yang menangani pengungsi di bawah umur tanpa keluarga.
Contohnya bantuan sosial. Anak warga negara Jerman punya hak menerima uang tunjangan sekitar 250 Euro per bulan (sekitar 3 000 000Rupiah). Namun anak pengungsi hanya menerima sekitar 130 Euro sebulan (sekitar 1 600 000 Rupiah). Menurut Riedelsheimer itu bantuan sosial kelas dua.
Sabine Skutta, juru bicara komisi pelaksanaan konvensi hak anak PBB di Jerman, mengatakan keadaan itu tidak hanya melanggar hukum internasional, tapi juga tidak selaras dengan prinsip perlakuan adil sesuai konstitusi Jerman.
Skandal politis tahanan deportasi
Günter Burkhardt geram dengan nasib pengungsi anak-anak di Jerman yang seakan diabaikan dan didiskriminasikan. Tetapi satu hal yang paling tidak bisa diterima oleh dia adalah, di Jerman pengungsi anak-anak bisa dipenjarakan. Burkhardt menuntut pemerintah Jerman untuk melarang proses penahanan menjelang deportasi bagi anak di bawah umur.
Kalau permintaan suaka ditolak, pengungsi yang tidak punya ijin tinggal sementara, harus keluar dari Jerman. Sampai pelaksanaan deportasi, sering dijatuhkan "hukuman penahanan deportasi". Artinya pengungsi harus mendekam di penjara selama beberapa hari atau minggu. Di Jerman hal ini juga bisa dialami pengungsi yang masih remaja.
Kondisi semacam itu tidak hanya dikritik Pro Asyl tapi juga Wolfgang Thierse, wakil presiden Parlemen Jerman. Thierse juga menjabat sebagai anggota pelindung komisi untuk pelaksanaan konvensi hak anak PBB. Ia menganggap tahanan deportasi bagi anak-anak dan remaja adalah "skandal politik dan moral". Menurutnya, praktek tersebut "memalukan negara Jerman yang menganut hukum dan demokrasi".
Dirk Kaufmann/Marisa Reichert
Editor: Vidi Legowo-Zipperer