Dunia Islam Mengenang Muhammad Ali
6 Juni 2016Dari semua perjalanan Muhammad Ali ke negara-negara muslim, lawatan 1964 ke Mesir adalah yang paling simbolis. Terutama fotonya bersama penguasa Nil, Gamal Abdul Nasser, yang tersenyum dan hingga kini dianggap salah satu ikon perjuangan anti kolonialisme di Arika dan Asia.
Pertemuan itu sejak awal kontroversial. Nasser menyulut sikap curiga AS karena kedekatannya dengan Uni Sovyet. Tapi buat penduduk di kedua benua, ia justru dianggap sebagai pahlawan kemerdekaan.
Sebaliknya Ali saat itu baru mengawali karir tinjunya dan mewakili "imperalis" Amerika sebagai pejuang hak sipil untuk warga kulit hitam yang tertindas. Bahwa ia disambut oleh Nasser yang dianggap musuh nomer wahid Washington menyisakan rasa getir buat sebagian penduduk Amerika.
Jenius ring tinju yang meninggal dunia di usia 74 tahun, Jumat (3/6), naik pamor ketika gesekan rasial di Amerika Serikat sedang menghangat dan perang Vietnam berkecamuk. Di tahun-tahun itu pula dunia Islam terseret dalam Perang Dingin.
Terutama sikap Ali menolak terlibat dalam perang Vietnam membuahkan dukungan di seluruh dunia. "Tidak seorang Vietcong pernah memanggil saya seorang negro," tutur Ali. "Jadi saya akan dipenjara. Lalu kenapa? Kami telah dipenjara selama 4000 tahun," imbuhnya merujuk pada nasib kelompok Afrika-Amerika.
"Kaum muslim membutuhkan seorang pahlawan dan tidak ada atlit muslim lain yang mencapai apa yang telah dicapai oleh Clay," kata Mohammed Omari, professor Syariah Islam di Universitas Al-Bayt di Yordania.
Raja Yordania, Abdullah II menulis, Ali "berjuang keras, tidak cuma di atas ring tinju, tetapi juga demi hak sipil. Dunia kehilangan seorang juara yang tinjunya menggema melintasi batas negara dan bangsa."
rzn/hp (ap,rtr)