Demam Timah Landa Bangka
Naik drastisnya permintaan global terhadap timah, logam komponen smartphone dan tablet, memicu demam timah di Bangka. Sekitar110,000 ton timah ditambang setiap tahunnya di Indonesia, dengan membawa dampak lingkungan.
Permintaan Tinggi untuk Teknologi Tinggi
Buruh ini sedang mereparasi mesin pompa di tambang resmi Pemali milik PT Timah di Bangka, dengan kapasitas produksi bulanan 60 ton timah putih. Indonesia adalah produsen timah terbesar sedunia. Logam ini digunakan untuk menyolder komponen dalam smartphone, komputer dan tablet.
Tambang Darurat di Lepas Pantai
Irwan, 25, bekerja sebagai buruh penyelam di anjungan sederhana tambang lepas pantai dekat kampung nelayan Reboh. Tugasnya : menyedot pasir yang mengandung bijih timah dari dasar laut dengan mesin. Aktifitas ini merusak ekosistem dasar laut dan terumbu karang serta membunuh flora dan fauna akuatik
Kerusakan Lingkungan
Sebuah rumah di desa Reboh berisiko rubuh jika gawir longsor. Kondisi kerja di tambang tradisional amat berbahaya, karena tebing sering longsor mengubur pekerja. Demam timah memicu penggalian bijih dimanapun: di kebun belakang rumah, di dalam hutan, di pinggir jalan umum atau di laut.
Anjungan Darurat
Anjungan darurat dari rakit kayu dan bambu di Samudra Hindia, marak di perairan desa Reboh. Penambangan timah dengan anjungan semacam ini kerap merupakan aktifitas ilegal, tanpa mempedulikan dampak kerusakan lingkungan.
Risiko Tinggi Demam Timah
Buruh di pertambangan timah ilegal di Bangka, menyortir bijih hanya menggunakan tangan. Melonjaknya bisnis smartphone, tablet dan komputer, memicu demam timah, karena harga logam itu melonjak tinggi. Harga yang harus dibayar buruh tambang juga amat mahal : setiap tahunnya sekitar 150 tewas akibat tertimbun tambang longsor atau keracunan bahan kimia.
Lingkungan Hancur
Buruh ini bekerja di tambang timah ilegal di Batako, Tunghin. Pertambangan ilegal semacam itu telah menghancurkan lingkungan yang tadinya hijau dan permai di kawasan bersangkutan.
Pokoknya Punya Kerja
Para buruh tambang ilegal tahu persis, pekerjaannya berbahaya dan berisiko tinggi. Tapi untuk para buruh yang terpenting adalah mereka punya kerja, untuk memberi nafkah anak dan istrinya.
Demi Sesuap Nasi
Santo, 30, menambang timah di kebun miliknya di desa Mapur. Hasilnya sekitar 3 kilogram timah sehari, yang merupakan sumber penghasilan satu-satunya untuk menghidupi keluarganya. Penambang kecil semacam ini, tidak mempedulikan cemaran logam berat yang membahayakan kesehatan mereka, maupun lingkungan sekitarnya.
Meracuni Lingkungan
Buruh tambang timah ilegal di Batako, Tunghin ini tidak peduli bahaya bahan kimia yang digunakan memproses bijih. Cemaran limbah bahan kimia beracun memusnahkan habitat ikan dan merusak lingkungan. Sektor wisata juga dirugikan karena turunnya jumlah kunjungan akibat cemaran limbah, alam yang hancur serta gangguan kebisingan.
Konsekuensi Sukses Komersial
Yoyok, 55, bekerja di tambang ilegal Reboh sejak tahun 2000. Pulau Bangka kini jadi korban berikutnya dari sukses bisnis para pengusaha besar teknologi tinggi. Perusahaan multinasional ini, biasanya menolak bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di negara penyuplai bahan mentah.