Demam Emas di Lombok
Pertambangan emas ilegal di Lombok menjamur. Meski membantu perekonomian warga setempat, dampak negatifnya pun tidak sedikit bagi masyarakat dan lingkungan.
Memburu emas
Booming emas di pulau Lombok telah secara radikal mengubah perekonomian wilayah yang pernah bergantung pada sektor perikanan dan pertanian itu. Industri yang berkembang ini membantu penduduk setempat seperti Rizki (foto) dalam mencari nafkah. Di tokonya, perhiasan emas dijual sekitar 250.000 rupiah per gram.
Substansi berbahaya
Meskipun penggunaan merkuri dalam penambangan emas tergolong sebagai aktivitas ilegal di Indonesia, masih saja orang-orang menggunakannya secara rutin untuk mengekstraksi emas di Lombok. Setiap tahun, puluhan ton merkuri terlepas ke alam. Pemakaian merkuri adalah tahap yang paling berbahaya dari proses pertambangan, karena merkuri dapat terserap ke dalam tubuh.
Menggali bukit
Di bukit di Sekotong ini, penuh dengan galian lubang pertambangan. Gubuk kecil yang ditutupi dengan terpal biru menandai pintu masuk ke terowongan di lereng ini, yang terletak di dekat desa Pelangan. Ratusan meter dari lorong-lorong yang digali dengan tangan dan peralatan seadanya, tanpa menggunakan teknik pertambangan.
Hidup di pertambangan
Menggunakan pahat kecil, penambang bernama Saiful, berusia 48 tahun, menghabiskan hari-harinya mengisi tas dengan bijih mentah. "Saya mulai kerja pada pagi hari dan saya tidak berhenti bekerja sampai matahari terbenam," katanya. "Semakin banyak tas ynag Anda isi, semakin ingin terus rasanya menggali´, karena Anda tidak tahu berapa banyak emas akan berada dalam satu tas."
Sempitnya terowongan galian
Terowongan hanya cukup memungkinkan seorang pria untuk merangkak ketika melaluinya. "Kadang-kadang, ketika kita menggali terowongan, sudah ada seorang teman lain di jalur terowongan, jadi kami harus mundur sedikit dan mulai menggali ke arah lain," kata Saiful. Satu-satunya cahaya berasal dari senter dikenakan oleh para penambang di kepala. Suhu di sini bisa mencapai 38 derajat Celcius.
Harapan emas
Banyak keluarga miskin telah mencoba peruntungan dalam bisnis emas di Lombok. Di desa Pelangan, Dewi yang berusia 29 tahun mengekstrasi bijih dari penggilingan, setelah tiga jam menghancurkan bijih mentah dan mengubahnya menjadi lumpur. Penggiling disimpan di tempat yang sama di mana keluarga tidur, makan dan hidup. Anak Dewi, tiba di rumah dari sekolah, memperhatikan ibunya bekerja.
Bahaya Merkuri
Di desa lain yang disebut Telage Lebur, Mashur, berusia 18 tahun memisahkan lumpur dari merkuri yang terkait dengan emas. Dia telah bekerja sebagai penambang emas sejak berusia 14 tahun. Baik dia, atau keluarganya, sadar akan risiko merkuri cair. Merkuri dapat membahayakan saraf, pencernaan dan sistem kekebalan tubuh manusia, serta paru-paru , ginjal, kulit dan mata mereka.
Kontroversi sianida
Menggunakan sianida untuk mengekstrak emas dari bijih halus merupakan proses yang kontroversial, karena sianida adalah senyawa kimia yang sangat beracun. Di Desa Tawun, sedimen yang dicampur dengan air secara langsung akan berubah menjadi bubur lagi dan diproses.
Ongkos ekologis
Hutan gambut di sini tidak mampu menjadi perlindungan atau menjadi penghambat untuk mencegah pencemaran lingkungan. Air di pulau ini terkontaminasi dengan merkuri dan sianida, serta sangat beracun bagi satwa liar di daerah tersebut.
Mengorbankan kesehatan
Bahan kimia yang digunakan untuk menambang emas tidak hanya berbahaya bagi lingkungan - tapi juga menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyarakat di pulau itu. Agis, 12 tahun, berdiri di bekas tempat pabrik sianida di desa Gili. Sawah desa dan tanah yang tercemar oleh racun. Pada tahun 2012, konsentrasi merkuri di rambut Agis adalah dua kali lipat standar Organisasi Kesehatan Dunia.