Cina dan Asia Tenggara Intensifkan Pertukaran Akademis
12 September 2024Pertukaran akademis antara Cina dan negara tetangganya di Asia Tenggara semakin intensif. Jumlah pelajar asing di Cina – tidak hanya dari negara-negara ASEAN, juga dari kawasan lain di dunia, seperti Afrika – telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut informasi terbaru di portal pencarian pendidikan Erudera, lebih dari 500.000 mahasiswa asing terdaftar di universitas di Cina pada tahun 2018. Pada tahun 2009 jumlahnya masih kurang dari setengahnya. 50.000 pelajar berasal dari Korea Selatan, diikuti oleh Thailand dan Pakistan dengan masing-masing hampir 29.000 pelajar. Sekitar 15.000 warga Indonesia dan hampir 10.000 warga Malaysia belajar di Cina.
Cina kampanyekan citra
Generasi muda di Malaysia dan Indonesia semakin tertarik dengan layanan pendidikan Cina, kata Stefan Diederich, kepala kantor Yayasan Friedrich Naumann di Jakarta. Kehadiran Cina sangat dirasakan di kedua negara ini. "Cina membangun jembatan, bandara, jalan atau pabrik. Itu tentu menarik perhatian masyarakat,” kata Diederich.
Namun, bukan berarti masyarakat hanya berbicara positif tentang Cina. "Dalam hal investasi, soft power Cina agak rendah. Korea Selatan jauh lebih kuat. Sinetron populer, K-pop, dan fesyen sebagian besar berasal dari Korea Selatan."
Cina tampaknya ingin mengubah hal tersebut, demikian dugaan Diederich dalam wawancara dengan DW. "Pemerintah di Beijing tengah berupaya untuk memicu minat terhadap Cina." Piramida penduduk di Cina terbalik. Negara ini tertarik pada pekerja terampil yang berkualitas dalam jangka panjang dan oleh karena itu juga Cina mencarinya di negara-negara tetangga. Itulah sebabnya Cina giat mempromosikan universitasnya di Indonesia dan Malaysia.
Persaingan dengan universitas Barat
Banyak universitas Cina juga ingin membangun reputasi internasional, kata Ngeow Chow Bing, Direktur Institute for China Studies di Universiti Malaya di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur. Hal ini juga bermanfaat secara finansial bagi universitas karena mahasiswa asing biasanya membayar biaya kuliah yang lebih tinggi. "Selama inisiatif universitas tidak bertentangan dengan kebijakan dan tujuan pemerintah pusat, pemerintah menyambut baik hal tersebut,” kata Ngeow Chow Bing.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Secara umum, ambisi universitas-universitas Cina sejalan dengan perkembangan internasional, kata Saskia Schäfer dari Institut Studi Asia dan Afrika di Universitas Humboldt Berlin, Jerman. "Universitas-universitas Inggris dan Australia telah lama mengoperasikan kampus-kampus di Asia Tenggara. Kini universitas-universitas Cina pun mengikuti jejak mereka,” kata Schäfer kepada DW.
Pragmatisme
"Orang-orang dipandu oleh sudut pandang yang sangat pragmatis,” kata Stefan Diederich. "Mereka menghargai pendidikan yang baik dan hanya mencari tempat terbaik dan termurah untuk belajar. Eropa dan Amerika terlalu mahal. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk belajar di Cina."
Ada aspek lain di Malaysia, kata Saskia Schäfer. "Sejak zaman kolonial, orang-orang di Malaysia sejak lahir telah dikategorikan sebagai orang Melayu, Tionghoa, India, atau lainnya. Hal ini kemudian terlihat ketika melamar tempat di universitas. Ada sistem kuota yang mempermudah orang Malaysia yang terdaftar sebagai orang Melayu untuk mendapatkan akses ke pendidikan di universitas negeri. Oleh karena itu, sulit bagi warga Malaysia yang keturunan Tiongkok dan India untuk mendapatkan tempat di universitas-universitas negeri yang bagus. Karenanya, seperlima warga Malaysia Tionghoa kemudian belajar di universitas swasta.
Secara keseluruhan, perkembangan ini juga mencerminkan menurunnya minat negara-negara ini terhadap Barat, kata Schäfer. "Cina berkomitmen terhadap kawasan, yang dari sudut pandangnya, di masa depan akan menjadi lebih penting dibandingkan kawasan lain. 20 atau 30 tahun yang lalu, generasi muda Asia kebanyakan pergi ke Amerika Serikat dan Inggris untuk belajar. Namun, karena antara lain semakin rumitnya peraturan visa, banyak orang Asia yang beralih ke wilayah tetangganya untuk melanjutkan pendidikan.
Artikel ini diadaptasi dari bahasa Jerman