1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cara Mudah Pahami Putusan MK Ubah Syarat Partai Usung Cagub

20 Agustus 2024

Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat bagi partai politik untuk mengusung calon kepala daerah. Kini, partai peserta pemilu dapat mengusung calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di DPRD. Bagaimana maksudnya?

https://p.dw.com/p/4jgBF
Foto ilustrasi hukum: palu hakim dan dewi keadilan
Ilustrasi: Kepastian hukum di IndonesiaFoto: PantherMedia/picture alliance

Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). Pasal yang digugat oleh Buruh dan Gelora itu ialah Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada.

Adapun isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu ialah:

Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Mereka meminta Mahkamah Konstitusi- MK menyatakan pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Mereka meminta agar MK memperbolehkan partai-partai peserta Pemilu yang tak punya kursi di DPRD mengajukan pasangan calon kepala daerah.

MK pun mengabulkan sebagian gugatan tersebut. MK menyatakan esensi pasal itu sebenarnya sama saja dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK. Sehingga, kata MK, pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tak boleh lagi ada.

"Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," ujar MK.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Efek Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada Inkonstitusional

Menurut MK, inkonstitusionalnya pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu juga berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.

Adapun isi pasal 40 ayat (1) yang diubah itu ialah:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.

Inilah Suasana Pilkada DKI Jakarta

Kenapa diubah?

Menurut MK, pasal 40 ayat (3) itu adalah tindak lanjut dari pasal 40 ayat (1). Sehingga, MK merasa harus menilai ulang konstitusionalitas pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.

"Menimbang bahwa dengan telah dinyatakan Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 bertentangan dengan UUD 1945, oleh karena keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 a quo, sebagai bagian dari norma yang mengatur mengenai pengusulan pasangan calon," ucapnya.

Apa hasilnya?

MK menilai pasal 40 ayat (1) UU Pilkada itu inkonstitusional secara bersyarat. MK pun mengubah pasal itu dengan memaknai sendiri syarat minimal suara partai untuk mengusung calon kepala daerah. MK menyamakan perhitungan persentase suara partai dengan syarat dukungan KTP yang harus dimiliki calon perseorangan di Pilkada.

Berikut amar putusan MK yang mengubah pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

Contoh Hitung-hitungan Berdasarkan Putusan MK

Untuk memudahkan memahami putusan itu, mari ambil contoh penerapannya nanti di Pilkada DKI Jakarta. Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Jakarta berdasarkan data KPU pada Pemilu 2024 berjumlah 8.252.897.

Artinya, Pilkada Jakarta akan mengikuti syarat pada poin c untuk calon gubernur dan wakil gubernur, yakni:

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.

Bagaimana persentase hasil suara Pileg untuk DPRD Jakarta? Berikut hasilnya sebagaimana dilihat dari akun media sosial resmi KPU DKI per Rabu (13/3/2024):

1. PKB: 470.652 (7,76%)
2. Gerindra: 728.297 (12%)
3. PDIP: 850.174 (14,01%)
4. Golkar: 517.819 (8,53%)
5. NasDem: 545.235 (8,99%)
6. Partai Buruh: 69.969 (1,15%)
7. Partai Gelora: 62.850 (1,04%)
8. PKS: 1.012.028 (16,68%)
9. PKN: 19.204 (0,32%)
10. Hanura: 26.537 (0,44%)
11. Garuda: 12.826 (0,21%)
12. PAN: 455.906 (7,51%)
13. PBB: 15.750 (0,26%)
14. Demokrat: 444.314 (7,32%)
15. PSI: 465.936 (7,68%)
16. Perindo: 160.203 (2,64%)
17. PPP: 153.240 (2,53%)
24. Partai Ummat: 56.271 (0,93

Kata KPU soal Putusan MK

Komisi Pemilihan Umummenyatakan bakal mempelajari putusan MK tersebut. KPU juga akan berkonsultasi dengan DPR terkait tindak lanjut atas putusan MK sebagaimana putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Dahulu dalam pertimbangan etik Putusan DKPP atas pelanggaran etik KPU RI yang telah menerima bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden tahun 2024 sebagai tindak lanjut dari Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, KPU diwajibkan konsultasi dengan pembentuk UU terlebih dahulu sebelum melaksanakan perubahan aturan teknis pasca-putusan MK tersebut," kata Komisioner KPU Idham Holik.

Baca artikel  DetikNews

Selengkapnya Cara Mudah Memahami Putusan MK Ubah Syarat Partai Bisa Usung Cagub