280910 Schlangengift als Medikament
8 Oktober 2010Sejak lama diketahui bisa ular merupakan komposisi dari ribuan molekul unsur aktif yang tidak seluruhnya berdampak meracuni. Sebelumnya amat sulit memilah-milah unsurnya, untuk dimanfaatkan sebagai unsur aktif obat-obatan. Kini dengan metode terbaru, dari cocktail beragam molekul dari bisa ular itu dapat dikenali unsur yang berguna. Pada dasarnya, bisa ular berdasarkan aktifitasnya dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yakni Neurotoxin yang melumpuhkan sistem saraf pusat dan Hematoxin yang memicu pendarahan hebat.
Jenis Bisa Ular
Penelitian bisa ular untuk tujuan kedokteran, biasanya adalah untuk mengembangkan serum anti bisa ular. Terutama di kawasan yang sering terjadi kasus gigitan ular yang mematikan, serum anti bisa ular menjadi penyelamat utama korban gigitan ular berbisa. Di Australia misalnya yang memiliki ratusan jenis ular berbisa, dengan habitat ular dan manusia yang sering bersinggungan, penelitian medis untuk pengobatan gigitan ular berbisa menjadi amat penting.
Akibat gigitan ular yang memiliki bisa dari jenis Hematoxin biasanya adalah kematian. Penyebabnya adalah efek pencegahan penggumpalan darah, sehingga mulut luka tidak bisa tertutup lagi. Selain itu darah diencerkan sedemikian rupa, hingga merembes keluar dari seluruh jaringan dan pori-pori tubuh. Namun laporan mengenai dampak bisa ular jenis Hematoxin itu, justru amat menarik perhatian Johannes Eble, pakar biokimia dari Frankfurt, Jerman.
Unsur Lain Yang Dimiliki Bisa Ular
Saat ini, Eble sedang mencari unsur-unsur aktif baru untuk mencegah penggumpalan darah atau trombose. Tujuannya untuk pengembangan obat baru pencegah infark jantung dan stroke yang nyaris tidak memiliki dampak sampingan. Bagi Eble bisa ular ibarat gua harta karun yang harus dibuka. Alasannya, bisa ular seringkali mengandung ribuan molekul yang beragam, yang tidak semuanya beracun. Sebagian diantara unsurnya baru menunjukan dampak beracun mematikan, jika melakukan interaksi dengan unsur lainnya.
“Bisa ular tidak hanya memiliki unsur pencegah penggumpalan darah, melainkan juga unsur yang justru mengaktifkan penggumpalan darah. Efek akhirnya adalah sebagian darah menggumpal dalam pembuluh, akan tetapi sebagian lagi darah juga mengalir ke dalam jaringan. Akibat pendarahan jaringan, volume darah berkurang drastis. Terjadilah renjatan. Dan tentu saja hal itu amat drastis,“ jelas Johannes Eble lebih lanjut.
Namun juga diketahui, jika molekul tertentu dilepaskan dari ikatannya dengan molekul lain, unsur aktif yang diperoleh bukan hanya tidak beracun melainkan juga sangat ampuh dan tepat sasaran. Dalam arti, unsur aktifnya nyaris tidak memiliki lagi dampak sampingan. Unsur semacam inilah yang hendak dimanfaatkan untuk pengembangan obat-obatan alternatif bagi pencegahan trombose yang memicu infark jantung dan stroke.
Unsur Perusak Proses Penggumpalan Darah
Pencarian unsur aktif yang mencegah penggumpakan darah memerlukan ketekunan luar biasa. Mula-mula harus ditegaskan, bahwa molekulnya memang ikut serta dalam proses mencegah penggumpalan darah pada manusia. Diketahui, jika jaringan tubuh manusia terluka dan darah mengalir keluar, sel-sel yang terluka mengeluarkan kolagen. Kolagen berfungsi agar butir darah merah membentuk tentakel yang saling berkaitan dengan tentakel dari butir darah merah lainnya dan membentuk semacam jaring. Jaring inilah yang akan mencegah darah terus mengalir keluar dari dalam tubuh.
Di dalam bisa ular terdapat unsur aktif yang memblokir lokasi mengaitnya kolagen pada butir darah merah. Dengan itu, mekanisme yang ibaratnya sakelar pemicu terjadinya proses penggumpalan darah dinonaktifkan. Darah akan terus mengalir hingga korban gigitan mati kehabisan darah.
Medode Pancing Ikan
Pertanyaannya adalah, bagaimana caranya menemukan molekul yang tepat, yang menonaktifkan saklar penggumpal darah, diantara ribuan molekul lainnya yang terkandung dalam bisa ular? Johannes Eble dan tim penelitinya kini memanfaatkan metode baru bagi pencarian molekul yang tepat itu. Mula-mula tim peneliti membuat tiruan kimiawi dari reseptor kolagen pada butir darah merah. Dengan reseptor buatan untuk mengkaitkan tentakel itu, dilakukan ujicoba pada bisa ular.
Pencariannya dilakukan dengan metode yang kelihatannya sederhana, yang digambarkan oleh Eble seperti memancing ikan. “Kita harus memancingnya. Seperti memancing ikan, kita harus memiliki umpan yang tepat.“
Tahap Selanjutnya
Jika pada permukaan reseptor buatan itu terhimpun molekul tertentu yang berasal dari bisa ular, para peneliti akan mulai melakukan analisis fase berikutnya. Pakar matematika akan membuat simulasinya di komputer, menyangkut rincian perilaku molekul yang ditemukan itu. Setelah itu giliran pakar kimia melakukan penelitian komposisinya dan melihat apakah terdapat peluang membuat molekulnya secara artifisial.
Jika molekulnya bisa dibuat secara kimiawi, juga masih harus diteliti apakah unsur aktifnya tidak memiliki dampak sampingan negatif lainnya. Hingga pengembangan sebuah obat baru dan sampai pada izin penjualannya diperlukan serangkaian ujicoba pada binatang percobaan di laboratorium. Jika pada binatang dapat dibuktikan keampuhannya dan tidak muncul efek negatif yang merugikan, barulah dapat dilakukan ujicoba pada manusia. Jadi prosedurnya amat panjang dan lama.
Tapi tanpa penelitian dasar seperti yang dilakukan Johannes Eble dan tim penelitinya, mustahil akan sampai pada tahapan pengembangan obat-obatan baru. Juga metode terbaru pencarian molekul atau unsur aktif terbaru yang lebih handal, akan sangat membantu untuk menemukan berbagai molekul yang berguna bagi dunia medis, bagi pengembangan obat-obatan baru selanjutnya.
Nils Michaelis/Agus Setiawan
Editor: Yuniman Farid