BioNTech Jerman Ingin 'Berantas' Malaria dengan Vaksin mRNA
27 Juli 2021BioNTech ingin "membantu memberantas malaria" dengan menggunakan terobosan teknologi vaksin mRNA yang sama dengan yang digunakan untuk mengembangkan vaksin virus corona, kata perusahaan farmasi itu, pada Senin (26/07).
Perusahaan farmasi yang berbasis di Jerman itu mengatakan pihaknya bertujuan untuk memulai uji coba vaksin malaria klinis pada akhir tahun 2022.
Jika berhasil, vaksin itu bisa menjadi perkembangan besar dalam perang melawan malaria yang membunuh lebih dari 400.000 orang per tahun, terutama anak-anak di Afrika. Penyakit ini disebabkan oleh parasit yang biasanya menginfeksi jenis nyamuk tertentu yang menggigit manusia.
"Kami akan melakukan apa pun untuk mengembangkan vaksin malaria berbasis mRNA yang aman dan efektif yang akan mencegah penyakit, mengurangi kematian dan memastikan solusi berkelanjutan untuk benua Afrika dan wilayah lain yang terkena penyakit ini," kata CEO BioNTech Ugur Sahin dalam sebuah pernyataan.
Merencanakan fasilitas BioNTech Afrika
Proyek ini didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika dan Uni Eropa (UE).
BioNTech mengembangkan vaksin virus corona pertama yang disetujui secara luas bersama dengan mitranya perusahaan farmasi Amerika Serikat, Pfizer. Perusahaan farmasi Jerman ini mengatakan juga berharap untuk membangun unit produksi vaksin mRNA di Afrika. Benua itu sejauh ini masih berjuang untuk mendapatkan pasokan dosis vaksin virus corona yang cukup.
Uni Eropa: 'Sebuah revolusi dalam ilmu kedokteran'
"Kami menyaksikan awal revolusi dalam ilmu kedokteran, revolusi mRNA," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, pada Senin (26/07).
"Pemberantasan malaria sekarang menjadi tujuan yang realistis dan sekarang kita tahu bahwa hal itu dapat dicapai pada generasi ini,” lanjutnya.
Para ilmuwan percaya teknologi mRNA, yang mendorong respons imun dengan mengirimkan molekul genetik yang mengandung kode untuk bagian-bagian penting dari patogen ke dalam sel manusia, bisa menjadi ‘‘game changer‘‘ melawan beberapa penyakit.
Teknologi ini juga merupakan cara yang lebih cepat untuk mengembangkan vaksin daripada metode tradisional, dan dapat mengakhiri pencarian vaksin malaria yang handal selama puluhan tahun.
pkp/ha (AFP, dpa, Reuters, AP)