1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PendidikanAustralia

Australia Akan Batasi Usia Pengguna Medsos Menjadi 16 Tahun

8 November 2024

Australia berencana membatasi usia pengguna media sosial, menjadi minimal 16 tahun. Namun khasiat larangan tersebut diragukan, karena kemudahan teknologi dan kelihaian kaum muda mengelabui blokade internet.

https://p.dw.com/p/4mnTy
Aplikasi media sosial
Aplikasi media sosialFoto: Dado Ruvic/REUTERS

Delapan menteri utama dari seluruh teritori Australia bertemu secara virtual dengan Perdana Menteri Anthony Albanese untuk mendiskusikan apa yang disebutnya sebagai legislasi nasional pertama di dunia untuk membatasi usia pengguna media sosial.

"Media sosial telah menimbulkan kerugian sosial bagi kaum muda Australia," kata Albanese kepada wartawan. "Keselamatan dan kesehatan mental kaum muda harus menjadi prioritas," imbuhnya.

Selama berbulan-bulan, pemimpin delapan provinsi Australia menggodok rancangan undang-undang terkait. Pembahasan terbesar berkutat pada batas usia, yang berkisar antara 14 hingga 16 tahun, sesuai permintaan masing-masing provinsi. Tasmania yang awalnya mengusulkan batasan 14 tahun, akhirnya mendukung usulan 16 tahun demi menciptakan keseragamaan, menurut Albanese.

Undang-undang tersebut akan diajukan ke Parlemen dalam waktu dua pekan. Jika berlangsung lancar, batasan usia akan berlaku setahun setelah disahkan menjadi undang-undang. Tenggat tersebut diniatkan untuk memberi waktu kepada pengelola medsos agar mengembangkan sistem untuk mengecualikan anak-anak. Pemerintah sendiri tidak menyediakan solusi teknis bagi proses penyaringan-

Penundaan tersebut juga dimaksudkan untuk memberi waktu guna memperkuat perlindungan data pribadi sebelum pemberlakuan verifikasi usia.

Sekedar proyek mercusuar?

Sejak pengumuman rencana pengesahan di Senat pada Kamis (7/10), partai oposisi terbesar telah memberikan dukungan bagi RUU batasan usia media sosial. Namun kritik datang dari Partai Hijau, karena khawatir membatasi sumber informasi kaum muda, dan berpotensi menjauhkan mereka dari gerakan iklim global seperti yang digencarkan aktivis Swedia Greta Thunberg.

Dokumen Meta: Setiap Harinya 100.000 Anak Alami Pelecehan Seksual

Kritik paling fundamental datang dari sekitar 140 akademisi yang menandatangani surat terbuka kepada Albanese bulan lalu demi menentang batasan usia media sosial. Kelompok yang sebagian besar terdiri dari pakar teknologi informasi dan kesejahteraan anak itu menilai, RUU Media Sosial sebagai "instrumen yang terlalu tumpul untuk mengatasi risiko secara efektif."

Mereka menilai, sebagian besar remaja cukup paham teknologi untuk menghindari undang-undang tersebut. Beberapa khawatir, larangan tersebut akan menciptakan konflik dalam keluarga dan hanya menyembunyikan masalah terkait media sosial.

Meta, yang menguasai Facebook dan Instagram, berpendapat bahwa kewenangan lebih besar bagi orang tua untuk mengontrol aplikasi yang bisa digunakan anak-anak merupakan "solusi yang lebih sederhana dan efektif."

Dukungan sosial, bukan larangan

Pemerintah sebaliknya menyamakan usulan batasan usia media sosial dengan undang-undang yang membatasi penjualan alkohol kepada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas di seluruh Australia. "Kami yakin undang-undang ini akan membuat perbedaan positif," kata Albanese.

Namun Lisa Given, profesor ilmu informasi di Universitas RMIT, menggambarkan undang-undang tersebut "sangat bermasalah." Menurutnya, "jejaring sosial sebenarnya merupakan media penyedia informasi yang sangat penting bagi anak-anak," kata dia kepada Australian Broadcasting Corp.

"Tidak diragukan lagi bahwa mereka juga menghadapi perundungan dan tantangan lain secara daring, tetapi yang mereka sebenarnya butuhkan adalah dukungan sosial untuk mengetahui cara menggunakan media sosial dengan aman. Artinya, mereka membutuhkan lebih banyak dukungan dari orang tua, dari pengasuh, bukan akses yang terbatas," tambah Given.

Apakah TikTok Mendorong Kaum Muda untuk Memilih AfD?

Tama Leaver, profesor studi internet di Universitas Curtin, menggambarkan rencana pemerintah untuk menutup akun yang sudah ada milik anak-anak berusia 14 dan 15 tahun di media sosial sebagai "hal yang aneh."

"Jika Anda telah membuka sebuah ruang di dunia, jika ruang itu dirampas, imbasnya bisa sama buruknya dengan dampak yang justru ingin diperbaiki," kata Leaver. "Ada begitu banyak pertanyaan tentang hal ini yang belum terjawab, tetapi bahkan jika kita memiliki jawaban pasti tentang bagaimana larangan ini dapat bekerja secara teknis dan dapat diterapkan secara sosial, masih sulit untuk percaya bahwa hal ini benar-benar akan membuat anak-anak tetap aman," tambahnya.

Meminimalisir kerugian akibat batasan akses

Menteri Komunikasi Michelle Rowland mengatakan anak-anak akan tetap memiliki akses ke layanan pendidikan dan kesehatan daring. Undang-undang tersebut juga akan mencakup perlindungan privasi yang kuat seputar verifikasi usia.

"Privasi harus menjadi yang terpenting, termasuk privasi anak-anak," kata dia. "Kita juga harus sangat jelas tentang realitasnya. Platform-platform ini mengetahui tentang pengguna mereka dengan cara yang tidak diketahui orang lain."

Rowland mengatakan, YouTube kemungkinan akan dimasukkan ke dalam platform utama yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagai layanan yang dibatasi usia. Namun, YouTube Kids dapat dikecualikan. Layanan permainan dan pesan tidak akan menghadapi pembatasan usia, katanya,

"Peraturan perundang-undangan ini akan menyeimbangkan antara meminimalkan kerugian yang dialami oleh kaum muda selama periode kritis perkembangan mereka dan juga mendukung akses mereka terhadap manfaat," kata Rowland.

rzn/hp (ap,rtr)