AS dan Saudi Jadi Eksportir-Importir Senjata Terbesar
15 Maret 2021Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) melaporkan pada hari Senin (15/03) bahwa ekspor senjata Amerika Serikat (AS) mengalami peningkatan sebanyak 15% dibanding periode 2011-2015.
AS menjual senjata ke 96 negara dan menyumbang 37% dari total penjualan senjata global selama periode 2016-2020. Hampir setengah dari penjualan tersebut dikirim ke Timur Tengah.
Namun, SIPRI menjelaskan secara keseluruhan penjualan senjata global sepanjang tahun 2016-2020, stagnan.
"AS, Prancis, dan Jerman adalah tiga eksportir terbesar dunia, bisnis penjualan senjata meningkat di tengah penurunan nilai ekspor Rusia dan Cina," kata SIPRI.
Rusia adalah pengekspor senjata terbesar kedua di dunia, sementara Prancis berada di urutan ketiga, menurut laporan itu. Penjualan Rusia tertekan oleh penurunan impor dari India.
Arab Saudi duduki peringkat teratas importir terbesar
Negara-negara Timur Tengah menyumbang peningkatan terbesar dalam impor senjata, yang persentasenya naik 25% pada periode 2016-2020.
Arab Saudi merupakan negara importir senjata terbesar dunia, meningkatkan impornya sebesar 61% dan Qatar 361%.
Contoh negara Timur Tengah lainnya adalah Uni Emirat Arab (UEA) yang belum lama menandatangani perjanjian dengan AS untuk membeli 50 jet F-35 dan 18 drone bersenjata canggih sebagai bagian dari paket pembelian senilai 23 miliar dolar AS (Rp 331,5 triliun).
Asia dan Oseania adalah kawasan pengimpor senjata utama terbesar, menerima 42% dari transfer senjata global pada periode 2016-2020. India, Australia, Cina, Korea Selatan, dan Pakistan adalah importir terbesar di kawasan tersebut.
"Bagi banyak negara di Asia dan Oseania, persepsi yang berkembang tentang Cina sebagai ancaman keamanan adalah pendorong utama impor senjata dilakukan," kata Siemon Wezeman, peneliti senior di SIPRI.
Dampak COVID-19 terhadap ekspor impor senjata
SIPRI mengatakan masih terlalu dini untuk memastikan apakah dampak resesi akibat pandemi COVID-19 dapat memperlambat pengiriman senjata.
"Dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 dapat membuat beberapa negara mempertimbangkan kembali impor senjata mereka di tahun-tahun mendatang. Namun, pada saat yang sama bahkan pada puncak pandemi tahun 2020, beberapa negara menandatangani kontrak besar untuk pembelian senjata utama," kata Wezeman.
ha/hp (dpa, Reuters)