AS Daftarkan Diri untuk Mandat di Dewan HAM PBB
11 Mei 2009Dewan Hak Asasi Manusia PBB merupakan dewan multilateral, yang kinerjanya juga mengacu pada kepentingan politik pemerintah negara-negara. 47 negara yang terwakili untuk kursi dan hak suara pada sidang Dewan HAM PBB di Jenewa. Dewan Hak Asasi Manusia adalah badan pelengkap Majelis umum PBB. Meskipun demikian mantan sekjen PBB Kofi Annan pada tahun 2005 mengembangkan gagasan meningkatkan dewan tersebut menjadi badan utama PBB, seperti halnya Dewan Keamanan atau Dewan Ekonomi dan Sosial. Pada tahun 2006 Amerika Serikat menentang pembentukan Dewan HAM. Menurut Wolfgang Heinz dari Lembaga Jeman untuk Hak Asasi Manusia di Berlin, itu disebabkan haluan politik konservatif yang memegang kekuasaan pemerintahan
„Kelompok yang satu, kanan dari tengah memandang bahwa resolusi internasional hukum bangsa-bangsa pada dasarnya hanyalah beban, suatu pembatasan kekuasaan Amerika Serikat. Oleh karenanya ada pertimbangan besar untuk tidak menerima perjanjian hukum bangsa-bangsa, ada rasa skeptis yang kuat terhadap PBB."
Jika belakangan ini Amerika Serikat ingin terwakili dengan kursi dan suara di dewan HAM, ini adalah pengaruh arus politik liberal
Heinz: "Dan di bawah pemerintahan Presiden Obama duduk personil, pakar, politisi yang sama sekali berbeda, yang cenderung merupakan kelompok kedua. Yang juga melihat keuntungan walaupun bukan berarti orang menjadi tidak kritis dimana orang tidak menegur secara kritis politik tertentu, cara kinerja, masalah korupsi atau tema-tema lainnya. Tapi pemerintahan ini pada dasarnya yakin orang pertama-tama harus bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bukannya menentang atau tanpa PBB."
Namun masih ada motif lainnya. Pelanggaran hak asasi manusia di Israel selalu menjadi sasaran utama kritik dewan HAM PBB, sementara sikap pemerintah Palestina tidak dipermasalahkan. Ini juga menjadi tema sengketa utama dalam konferensi anti rasisme. Menurut pengamat Hak Asasi Manusia Wolfgang Heinz
“Berkaitan dengan hal ini saya beranggapan, jika menyangkut resolusi tentang Israel, Amerika Serikat akan sering berada di pihak Israel. Amerika Serikat dalam sebuah pernyataannya tanggal 4 Maret juga melontarkan kritik. Saya kutip: Amerika Serikat khawatir tentang hak asasi manusia yang dipolitisir dan dimana dewan Hak Asasi Manusia selalu memilih satu negara."
Di Dewan Keamanan PBB selama 20 tahun terakhir Amerika Serikat terutama selalu menggunakan hak vetonya bila menyangkut masalah resolusi yang menurut pendapatnya tidak fair atau bersifat sepihak terhadap Israel. Dan itu dalam waktu dekat akan kembali menjadi tema bahasan. Karena saat ini sedang diajukan sebuah laporan aktual tentang serangan militer Israel terhadap bangunan PBB di Gaza saat terjadinya perang awal tahun ini.
Anggota lain Dewan Keamanan PBB, seperti Perancis, Inggris, China dan Rusia sudah menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia. Meskipun demikian masih ada motif lainnya
Heinz: „Yakni kesadaran bahwa jika orang ingin bertindak sesuatu untuk hak asasi manusia tentu saja hal itu hanya dapat dilakukan di arena, setidaknya di mana berlangsung diskusi politik terpenting antara negara-negara yaitu ke-47 anggota dewan HAM, juga jika orang harus duduk berdiam diri. Tapi itu juga sudah terjadi 10 atau 20 tahun lalu dimana dalam Dewan HAM sejumlah negara anggota melakukan pelanggaran HAM besar-besaran di negaranya sendiri dan oleh sebab itu cenderung bersikap membela diri dan sangat menahan diri.“
Sementara ini Amerika Serikat tidak bisa jadi panutan. Ada kasus HAM di Abu Ghraib, ada kasus Guantanamo dimana Amerika Serikat di bawah pemerintahan Bush menolak bekerja sama dengan utusan khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia. Selain itu masih ada hukuman mati di Amerika Serikat. Masihkah Amerika Serikat memiliki peluang terpilih oleh mayoritas negara dalam Majelis Umum PBB? Menurut Wolfgang Heinz pemerintahan Obama bisa membawa perubahan. Dan jika Amerika Serikat sampai diterima, akan terjadi perubahan dalam dinamika Dewan HAM PBB. Karena suara Amerika Serikat memiliki bobot.
Ulrike Mast-Kirschning / Dyan Kostermans
Editor: Hendra Pasuhuk