Haji Terbatas Dinilai Sebagai Opsi Teraman di Tengah Pandemi
23 Juni 2020Arab Saudi pada Senin (22/06) mengumumkan akan mengadakan haji dengan jumlah yang “sangat terbatas” tahun ini. Jemaah yang diizinkan untuk menjalankan ibadah tahunan itu adalah mereka yang sudah berada di dalam negara tersebut.
Keputusan ini menandai pertama kalinya dalam sejarah modern Arab Saudi bahwa warga Muslim dari luar negeri dilarang melakukan ibadah haji, yang pada tahun lalu berhasil mendatangkan 2,5 juta jemaah.
Keputusan ini muncul setelah beberapa negara Muslim memutuskan meniadakan pemberangkatan ibadah haji yang merupakan salah satu rukun Islam tersebut. Langkah ini juga dinilai penuh dengan pertimbangan politik dan ekonomi.
Kementerian haji kerajaan mengatakan bahwa ibadah haji akan terbuka untuk berbagai kewarganegaraan yang telah berada di Arab Saudi, namun tidak menyebutkan angkanya secara rinci.
“Telah diputuskan bahwa ibadah tahun ini akan dilakukan dengan jumlah yang sangat terbatas … dengan kewarganegaraan yang berbeda-beda dalam kerajaan,” kata kantor resmi Saudi Press Agency mengutip kementerian.
“Keputusan ini diambil untuk memastikan bahwa haji dilakukan dengan cara yang aman dari perspektif kesehatan masyarakat … dan sesuai dengan ajaran Islam.”
Ibadah haji, yang merupakan suatu keharusan bagi seorang Muslim setidaknya sekali seumur hidup mereka, sangat dimungkinkan menjadi sumber penularan utama virus. Pasalnya, ibadah ini kerap menampung jutaan peziarah dalam situs-situs keagamaan yang padat.
Kini Arab Saudi tengah berjuang menahan lonjakan besar dalam kasus infeksi COVID-19, yang mana telah meningkat menjadi 161.000 kasus positif dengan lebih dari 1.300 kematian.
Meski demikian, Arab Saudi pada Minggu (21/06), telah memutuskan mengakhiri jam malam virus corona di seluruh kerajaan dan mencabut pembatasan terhadap bisnis, termasuk bioskop dan tempat hiburan lainnya.
“Opsi teraman”
Pengumuman untuk mengadakan haji terbatas ini tampaknya akan mengecewakan jutaan jemaah Muslim di seluruh dunia. Pasalnya, para jemaah ini kerap menginvestasikan sebagian besar tabungan hidup mereka bahkan menanggung daftar tunggu yang panjang untuk melakukan ibadah haji.
Meski begitu, keputusan ini menjadi angin segar bagi para jemaah domestik yang khawatir ibadah tahunan itu akan dibatalkan seluruhnya.
“Arab Saudi telah memilih opsi teraman yang memungkinkannya menyelamatkan nama baik di dunia Muslim sambil memastikan bahwa mereka tidak dipandang berkompromi pada kesehatan masyarakat,” kata Umar Karim, seorang pengamat dari Royal United Services Institute di London, kepada AFP.
“Tapi ada banyak pertanyaan yang tidak terjawab: Berapa jumlah Jemaah haji yang akan diizinkan? Apa kriteria pemilihan mereka? Berapa banyak warga Saudi dan berapa banyak warga non-Saudi?”
Pihak berwenang Saudi mengatakan kementerian haji akan menggelar konferensi pers pada Selasa (23/06) untuk menjelaskan detail dari keputusan tersebut.
Penurunan pendapatan di semua sektor
Di sisi lain, ibadah haji “sangat terbatas” ini akan membuat Arab Saudi rugi besar. Padahal negara kerajaan tersebut telah terguncang dua hal, yaitu pelambatan ekonomi yang disebabkan oleh virus dan anjloknya harga minyak dunia.
Selain ibadah haji yang kini terbatas, sebelumnya pemerintah Arab Saudi juga telah menangguhkan ibadah umrah sejak bulan Maret lalu.
Diketahui kedua ibadah ini berhasil menambah pemasukan ke ekonomi Arab Saudi sebesar US$ 12 miliar (setara dengan Rp 170 triliun) setiap tahun, demikian menurut data pemerintah.
“Ini merupakan tahun yang sangat sulit, dengan Arab Saudi menghadpi penuruan pendapatan dari semua sektor – minyak, pariwisata, konsumsi domestik, dan sekarang umrah dan haji,” kata Karen Young, seorang sarjana di American Enterprise Institute kepada AFP.
Haji dengan skala penuh dengan jutaan peziarah memang tampaknya tidak mungkin dilakukan, apalagi setelah pihak berwenang menyarankan warga Muslim pada akhir Maret lalu untuk menunda persiapannya karena wabah COVID-19 yang menyebar cepat.
Awal bulan ini, Indonesia, negara Muslim terpadat di dunia, muncul sebagai salah satu negara pertama yang memutuskan meniadakan pemberangkatan ibadah haji di tahun ini. “Keputusan yang sangat pahit dan sulit” menurut Menteri Agama RI Fachrul Razi. Malaysia, Senegal, dan Singapura pun mengikuti pengumuman serupa.
gtp/rap (AFP)