Mexiko
30 November 2010Kali ini harapan para peserta tidak tinggi. Mengingat dalam konferensi tinggi di Kopenhagen Desember tahun lalu tidak dicapai sebuah perjanjian yang mengikat. Ketua Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim asal Denmark, Lykke Friss mengatakan dengan terbuka, “Kita semua tahu, bahwa tidak akan ada „hole-in-one“. Kita juga tahu, bahwa kita harus melewati sejumlah perundingan. Tetapi, di sini di Cancun, kita harus konsentrasi ke hal-hal yang mungkin dapat kita capai dan bukan ke hal-hal yang tidak mungkin dapat dicapai.“
Hal tersebut nampaknya akan sulit sekali, mengingat perbedaan posisi partisipan konferensi terlampau jauh. Tetapi, ada beberapa poin tertentu yang dapat disepakati bersama. Contohnya, terkait pendanaan perlindungan iklim yang disepakati dalam sebuah inisiatif bersama, di Kopenhagen yang disebut sebagai Copenhagen Accord. Mislanya, bantuan dana segera untuk tahun 2010 hingga 2012 senilai 30 milyar dolar Amerika Serikat bagi negara berkembang terutama yang paling merasakan dampak perubahan iklim global.
Masalahnya adalah proyek-proyek yang sudah berjalan lama sebelum inisiatif tersebut disepakati, juga kebagian dana segera. Sehingga ada kesulitan untuk membuat prosedur pendanaannya transparan. Jika pertemuan di Cancun tidak menghasilkan transparensi, maka tidak besar peluang tercapainya komitmen di antara partisipan konferensi terkait pendanaan penurunan emisi setelah tahun 2020. Pengurangan emisi hingga 2020 dipandang sebagai tahapan penting menuju sasaran berikutnya untuk mengurangi separuh polusi karbon tahunan hingga 2050. Diperkirakan untuk mereduksi CO2 mulai 2020 diperlukan 100 milyar dolar AS setiap tahunnya. Namun hingga kini belum jelas, siapa yang akan mengatur pendanaan itu. Kalangan negara industri, khususnya AS, ingin agar Bank Dunia bersama Dana Moneter Internasional IMF yang melakukannya. Tetapi kebanyakan negara berkembang punya pengalaman buruk dengan dua instansi tersebut.
Pakar iklim Greenpeace, Martin Kaiser menjelaskan, "terutama negara berkembang kecil yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim. Dan mereka menentang rencana, keterlibatan Bank Dunia dan IMF dalam pendanaan perlindungan iklim. Karena negara-negara itu tidak mempunyai hak suara di dua instansi tersebut.“
Disamping pendanaannya masih ada masalah penting lainnya yang nampaknya sulit untuk mencarikan jalan keluarnya. Yakni terkait sasaran „dua derajat“, membatasi kenaikan suhu bumi maksimum dua derajat Celsius. Komitmen ini disepakati dalam KTT Kopenhagen. Tetapi seperti halnya Copenhagen Accord, perwujudan sasaran dua derajat pun sementara ini belum jelas bagaimana penerapannya.
Helle Jeppesen/Andriani Nangoy
Editor: Hendra Pasuhuk