Ada Apa Dibalik Fenomena Melonjaknya AfD di Jerman?
26 September 2017Suara telah dihitung, dan para ahli bisa mulai menganalisis siapa memilih siapa dan mengapa. Pers internasional menyoroti pencapaian AfD (Alternative für Deutschland), partai populis kanan yang meraih 12,6 persen suara dan menjadi fraksi terbesar ketiga di parlemen Jerman, Bundestag.
Sehari setelah pemilu, wakil dari empat lembaga jajak pendapat terkemuka Jerman memberi keterangan kepada kepada wartawan mengenai temuan mereka berkaitan dengan keberhasilan AfD. Berikut kesimpulannya:
AfD kuat di Jerman bagian timur, terutama di kalangan pemilih muda
Tidak mengherankan jika AfD berhasil menjaring suara di bagian timur Jerman yang sebelumnya komunis, karena sebagian besar kawasan itu secara ekonomis tertinggal jauh dari bagian barat. Namun fenomena yang lebih menarik bagi para peneliti dan partai politik lain adalah fakta bahwa ada perbedaan sikap yang besar antara kaum muda di Jerman bagian barat dan timur.
"AfD sangat kuat dalam peraihan suara di kalangan muda di timur sedangkan di barat lemah," kata Nico A. Siegel dari lembaga riset Infratest-Dimap.
Menurut Siegel, partai-partai tradisional perlu beberapa generasi untuk bisa memenangkan kembali pemilih muda di kawasan timur Jerman.
AfD mendapat dukungan signifikan dari pemilih golput
AfD berhasil menjaring pemilih yang sebelumnya tidak mau ikut pemilu karena berbagai alasan.
"Yang kami amati sejak tahun lalu dalam pemilihan regional di negara bagian, AfD rupanya berhasil menarik kembali pemilih dari segmen yang tadinya tidak mau ikut pemilu lagi," jelas Peter Matuschek dari lembaga riset Forsa.
Para peneliti juga mengatakan, bagi kebanyakan pemilih, media tradisional masih jauh lebih penting daripada media sosial, namun hal ini justru sebaliknya pada kasus pendukung AfD.
"Internet sangat penting bagi mereka sebagai forum komunikasi," kata Renate Köcher dari lembaga penelitian Allensbach. "Ini adalah platform di mana kelompok seperti itu merasa seolah-olah menemukan orang yang berpikiran sama."
Keberhasilan AfD bukan cerminan pergeseran politik Jerman ke kanan
Banyak pakar menggambarkan kenaikan raihan suara AfD sebagai malapetaka, karena arah politik akan bergeser ke kanan. Namun para peneliti menekankan, adalah hal biasa bahwa selalu ada spektrum politik ultra kanan di sebagian besar masyarakat barat. Kenyataan bahwa AfD berhasil menyedot suara dari kubu konservatif CDU/CSU di bawah kanselir Angela Merkel, menurut mereka, mencerminkan reaksi alami terhadap sebuah koalisi besar yang memerintah.
"Sistem partai yang sebelumnya di Jerman tidak memiliki perwakilan di sayap kanan," jelas Siegel. "Banyak pemilih yang tidak lagi melihat CDU-CSU sebagai benteng konservatif yang dapat dipercaya."
Para peneliti memperingatkan, tidak semua pendukung AfD memiliki kecenderungan neo-Nazi atau rasis. Justru karena media menyoroti AfD sebagai gudang Nazisme, hal inilah mungkin yang justru membuat makin banyak pemilih beralih ka partai itu.
AfD adalah partai protes, tapi tidak hanya itu.
Banyak orang memberikan suara kepada AfD sebagai aksi protes terhadap partai-partai yang sudah mapan untuk mengungkapkan ketidakpuasan terhadap partai-partai arus utama. Jajak pendapat memang menunjukkan kecenderungan itu. Sebuah partai yang jadi besar karena ungkapan protes akan menjadi kecil lagi, jika politisi arus utama dapat memadamkan ketidakpuasan publik. Tapi bagi para peneliti, AfD bukan hanya sebuah partai protes.
"Ada beberapa pemilih yang hanya ingin mengirim sebuah pesan, namun mayoritas yang memilih AfD melakukannya karena memang yakin," kata Köcher.
Para periset menekankan, spektrum politik Jerman saat ini cenderung menyediakan tempat bagi partai sayap kanan untuk selama beberapa tahun ke depan.
AfD mengasah isu ketakutan pada orang asing, yang sebenarnya merupakan ketakutan pada modernitas
Para peneliti sepakat bahwa pendorong di balik kesuksesan AfD adalah kecemasan umum tentang kedatangan orang asing pada umumnya, dan pengungsi pada khususnya. Mereka menunjukkan nasib partai tersebut, yang telah mengalami penurunan besar pada tahun 2017 saat jumlah pencari suaka menyusut, dihidupkan kembali sekitar 10 hari yang lalu, ketika pengungsi kembali muncul sebagai sebuah isu.
Pemilih AfD, menurut lembaga jajak pendapat, hampir empat kali lebih merasa terancam oleh orang asing dibanding kelompok lain. Namun kecemasan itu tidak berkaitan dengan fakta apakah ada kehadiran migran atau pengungsi di daerahnya. Dukungan yang paling tinggi bagi AfD justru berasal dari wilayah Jerman dengan populasi warga asing paling sedikit.
"Ini bukan tentang pengungsi," jelas Matthias Jung dari lembaga riset Forschungsgruppe Wahlen. "Ini adalah tentang ketakutan akan kalah dalam kompetisi di dunia modern dengan semua dimensinya. Entah itu budaya atau perkembangan ekonomi.